Tuesday, September 18, 2012

Jangan Mengandalkan Saya!


Ya, jangan mengandalkan saya dalam urusan menentukan arah, atau Anda akan tersasar! Dan dengan segala kerendahan hati saya mengakui bahwa saya mengidap buta arah, heuheu.. Bagi teman-teman yang sudah mengenal saya, pasti sudah hafal dengan kelemahan saya yang satu ini. SERING NYASAR. Pun ketika mengunjungi tempat yang sudah lumayan sering saya kunjungi, masih ada kemungkinan saya nyasar, hihi..


Karena kelemahan itu, akhirnya saya lebih suka berpergian sendiri ketika harus muter-muter di daerah yang baru. Atau, kalau pun mengajak teman, biasanya saya akan menyerahkan sepenuhnya kepada teman saya untuk menentukan arah yang mau dituju. (agak gimana gitu ya kalimat yang terakhir :D)

Saking akutnya penyakit buta arah yang saya alami, pernah saya nyasar di perjalanan kantor—kosan (yang rutenya selalu dilewati setiap hari selama 3 tahun) ketika pertama kali mengendarai motor ke kantor. Parah banget kan? Hihi.. Untungnya waktu itu sendirian :D


Sebenarnya saya sudah berusaha untuk mengobati penyakit ini. Tapi, sampai sekarang masih belum sembuh. Berbagai cara sudah saya lakukan untuk meminimalkan kelemahan saya yang satu ini. Dari mengingat-ingat patokan di setiap perempatan atau belokan yang saya lewati, membuat catatan di hape untuk setiap patokan itu, bahkan menggambar peta jalan yang akan dituju. Entah karena ingatan saya yang kurang atau memang sudah bawaan dari sananya, tapi sampai hari ini, “hobi” nyasar itu masih saja "mengikuti" saya.

Seiring majunya teknologi, adanya aplikasi Maps di hape sangat membantu saya. Sekarang, kalo ragu-ragu di jalan, saya cukup melipir dan lihat peta di hape. Etapi, kadang masih sering bingung juga sih membaca petanya, hihi..

Untuk itu, sekali lagi saya katakan: jangan mengandalkan saya! :D

Friday, August 31, 2012

Dua Kecupan untuk Maddy..

Sebelumnya saya udah niat mau baca buku ini buat liburan. Pertama, karena udah lama banget ga baca novel. Kedua, karena kesan temen-temen yang udah baca buku ini hampir sama: lucu, sedih, haru jadi satu.




Ternyata rencana baca buku ini untuk mengisi liburan, malah berubah. Saya jadi mengisi waktu (dari jam 12 siang sampe jam 7 malam) menunggu kedatangan adik saya di bandara dengan membaca buku ini. Syukurlah saya berinisiatif membawa buku ketika liburan :D

Bab-bab awal menceritakan bagaimana Matt dan Liz bertemu, merangkai cinta, hingga akhirnya menikah, dan Liz hamil. Semuanya diceritakan dengan kocak oleh Matt. Bagaimana dia menyelipkan lelucon garing ketika Liz mengomelinya, bagaimana dia berubah dari orang yang pesimis menjadi orang yang optimis ketika Liz terpuruk dan putus asa dengan keadaannya yang harus menjalani tirah-baring selama lima bulan. Semua diceritakan dengan 'asik' oleh Matt.

Plot berubah menjadi lebih tegang ketika Maddy (panggilan untuk Madeline) lahir prematur dan selang 27 jam kemudian Liz meninggal karena eboli paru tanpa sempat menggendong bayi cantiknya. Bab ini cukup membuat perasaan campur aduk. Antara gembira akhirnya Maddy bisa lahir dengan selamat, namun sedih karena ibunya harus meninggalkan bayi mungil yang cantik ini tanpa sempat menggendongnya. Ya, bagian ini cukup membuat mata saya berkaca-kaca dan hati menjadi terenyuh :'( (yang akhirnya segera berusaha menghilangkannya karena ingat lagi ada di bandara, heuheu..)

Rasa haru muncul lagi ketika Matt dengan tegarnya memilihkan daftar lagu yang harus diputar untuk pemakaman Liz kemudian menuliskan perasaan terdalamnya dengan cara yg begitu gamblang (hal. 164). Apalagi ketika ia berusaha untuk tidak menangis saat mengucapkan salam perpisahan untuk Liz di depan teman-temannya (meskipun akhirnya tangisnya tumpah).

Membayangkan kehilangan orang yang kita cintai untuk selama-lamanya saja, saya ga pernah mau. Ditambah harus mengasuh bayi yang masih merah seorang diri. Matt benar, yang ada di kepala setiap orang adalah 'aku sangat senang itu bukan suami/istriku'. (hal. 148)

Namun, di balik kegalauannya, Matt tetap berusaha keras menjadi ayah yang hebat bagi Maddy. Cara dia menghadapi Maddy yang tiba-tiba muntah di kaosnya dengan sukses. Bagian di mana dia menceritakan cara menyiasati celana Maddy yang kebesaran ketika berpergian naik pesawat, sukses membuat saya tersenyum. Bagaimana dia mengesampingkan dorongan obsesif-kompulsif pra-bayinya yang meliputi keengganan berurusan dengan anak kecil berantakan dengan wajah kotor ketika Maddy mengotori tangan dan melumuri mereka berdua dengan kue ulang tahun, saya rasa patut diacungi jempol.






 
Saya setuju dengan beberapa komentar teman yang hampir sama. Buku ini mengajak kita tersenyum, tertawa, dan terharu sekaligus. Salah satu kutipan yang saya suka dari Matt, “..setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mengatasi kedukaannya masing-masing.” Tapi bukan berarti kita harus terus tenggelam dalam kedukaan tersebut. Dan terakhir, hal yang paling manis menurut saya yang dilakukan Matt adalah “ritual” yang dilakukannya setiap malam sejak Madeline Elizabeth Logelin dilahirkan. Mencium ujung jarinya dua kali dan menyentuhkan ke dahi Maddy. Satu kecupan dari Matt, dan satu dari ibunya, Liz. Satu kecupan untuk apa yang bisa saja terjadi, dan satu lagi untuk apa yang akan terjadi.

Thursday, August 2, 2012

Because Sony Vaio E14P, is me!

Setelah laptop kemalingan akhir tahun lalu, gue masih belum kepikiran untuk beli laptop yang baru. Selain tabungan belum cukup (curcol dah.. xD) dan karena biasanya laptop cuma dipake buat browsing internet, jadi gue masih merasa belum begitu penting untuk punya laptop lagi. Tapi, karena akhir-akhir ini gue lagi belajar layout—dan alhamdulillah sambil belajar, sambil dapet orderan juga—akhirnya gue memutuskan untuk beli laptop baru. FYI, sebelum punya laptop, biasanya gue ngerjain orderan sidejob di kantor. Jadi, kalo ada orderan kerjaan, gue biasanya ngelembur di kantor, hihi..

Lagi browsing laptop yang terjangkau, nyangsanglah gue di salah satu website yang mengupas Sony Vaio E14P. Dan langsung mupeng aja doooong..


Spesifikasinya pas banget buat kerja sampingan gue. Layar 14 inci dan desain yang elegan bakal bikin mata gue tetap merasa nyaman meskipun berlama-lama di depan laptop :D

Selain itu, teknologi canggih terbaru Ivy Bridge juga disematkan ke dalam otak prosessor Sony Vaio E14P. Ivy Bridge yang merupakan generasi ketiga Intel Core i7 ini dikombinasikan dengan AMD Radeon HD 7670M GPU diskrit dan VRAM 1 GB. Boooo, kebayang kan secepat apa tuh laptop?!

Pun dari segi tampilan, Sony emang selalu yang terkeren (menurut gue loh.. hehe..). Dari tv, hape (ya, gue emang pengguna hape Sony dari masa ke masa, hihi..), sampe ke laptop, semua desainnya keren-keren. Untuk Vaio E14P ini, Sony mengeluarkan lima pilihan warna yang sesuai dengan kepribadian pemiliknya, yaitu putih, hitam, pink, perak, dan metalik.




Fitur unggulan Vaio E14P ini salah satunya ialah Gesture Control. Gesture control merupakan fitur canggih yang memungkinkan kita menggunakan laptop ini tanpa menyentuh touchpad. Kita hanya perlu menggerakkan tangan di depan kamera dengan sapuan tangan ke kanan atau ke kiri. Keren, kan??? Ya, kan?? Ya, kan?? *drolling*

Fitur keren lainnya adalah PlayMemories Home. Fitur ini dapat mengatur dan menyunting foto dan video, camera digital viewing, pemutaran tayangan 3D, external HDD direct viewing, dan pembuatan film pendek 3D.

Sudah menjadi rahasia umum (jiaaah.. bahasa gue..), produk-produk Sony terkenal dengan kejernihan suaranya. Di Vaio E14P ini, Sony menggabungkan teknologi suara xLOUD dan Clear Phase yang bisa menambah volume tanpa distorsi untuk suara film dan permainan. Pilihan lainnya, pengguna bisa beralih ke Dolby Home Theatre V4 untuk cinema-style audio.

Setelah membaca info tentang laptop ini dari berbagai sumber, gue makin mantep milih Sony Vaio E14P as my next laptop. Dan gue udah mantep milih yang warna putih, biar sesuai sama kepribadian gue yang suka ketenangan dan mandiri (aih mateeek..). Dan biar matching sama hape gue juga sih.. *angkat-angkat alis*

Tuh,, matching kan..? :D
 


Dan dengan dikeluarkannya Vaio E14P, Sony telah memudahkan gue dalam mencari laptop yang menggambarkan kepribadian gue. Kalo ada yang nanya kenapa gue milih Vaio E14P, gue akan dengan lantang menjawab: Because it’s me! Ya, karena VAIO E14P gue banget!!